top of page
Search
  • Writer's picturerabiatuladawiyah233

PEKERJA MIGRAN DAN LEBARAN DITENGAH PANDEMI oleh Fitri Lestari

DEMI mencegah penularan covid-19, para perantau tidak pulang ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Silaturahmi secara online menjadi salah satu solusinya. Ucapan selamat lebaran dan permohonan maaf pun bertebaran di berbagai media sosial.


Merayakan lebaran dengan tidak berkumpul bersama keluarga mungkin menjadi hal baru bagi sebagian masyarakat. Namun tidak bagi pekerja migran. Mereka yang bekerja di luar negeri, tentu harus jauh dari keluarga.


Untuk merayakan suasana lebaran, perantau masih bisa melakukan silaturahmi dengan tetangga atau saudara terdekat dengan menerapkan physical distance. Sementara pekerja migran harus melakukannya secara long distance, bahkan jauh sebelum pandemi covid-19 menyerang ke seluruh negeri.


Pekerja migran harus jauh dari keluarga, bahkan selama bertahun-tahun lamanya. Tidak pernah pulang demi menghidupi kebutuhan keluarga di kampung halaman. Banyak diantaranya yang terpaksa bertahan bekerja sebab majikan tidak membolehkannya pulang. Majikan sering mengumbar janji untuk mereka dipulangkan, namun tak jadi-jadi. Hingga keluarga kebingungan dan melapor kasus tersebut ke lembaga terkait.


Kita masih bisa merayakan hari lebaran dengan tetap terhubung dengan keluarga. Sementara pekerja migran yang bekerja di luar negeri bahkan menghadapi situasi yang menyedihkan. Kerap kali handphone mereka dirampas oleh agensi atau majikan. Akibatnya mereka sulit berkomunikasi dengan keluarga. Dalam kasusnya, keluarga mengalami hilang kontak dengan orangtua/suami/istri/anak yang bekerja di luar negeri.


Sebagai warga negara Indonesia, penulis melihat bahwa suasana lebaran ditengah pandemi harus dilalui oleh pekerja migran Indonesia di negara tujuan dengan situasi yang kian memilukan.


KERENTANAN BERLAPIS DI NEGARA TUJUAN


Pandemi covid-19 mengakibatkan pekerja migran mengalami kerentanan berlapis. Mereka rentan di PHK sepihak dan diusir oleh majikan. Mereka rentan kelaparan, terlantar dan kesulitan mengakses tempat tinggal sebab tidak ada uang untuk membayar biaya sewa.


Krisis pandemi mengakibatkan pekerja migran Indonesia kehilangan pekerjaan dan tidak mendapatkan pemasukan. Hal tersebut berdampak pada keluarga di kampung halaman. Terutama keluarga yang menggantungkan pemenuhan hidupnya dari sang pekerja migran. Tentu keluarga di kampung akan bersedih hati dalam suasana lebaran kali ini.


Jauh dari perhatian dan kasih sayang keluarga, pekerja migran tidak berdokumen harus menghadapi situasi yang kian mengerikan. Di Malaysia, xenofobia (kebencian terhadap orang asing), sentimen rasisme dan stigma bahwa migran pembawa virus menyeruak hingga melahirkan kebijakan yang represif terhadap migran.


Malaysia adalah negara tujuan favorit pekerja migran Indonesia. Sayangnya, otoritas dan aparat kepolisian Malaysia terus menerus melakukan razia, penangkapan dan penahanan kepada pekerja migran dengan dalih pencegahan pandemi. Ironisnya, hal itu dilakukan dengan melibatkan aparat militer dan dengan cara represif yang justru mengakibatkan pekerja migran ketakutan.


Pada banyak kasus yang diadvokasi oleh Migrant CARE, perempuan pekerja migran Indonsia yang ditahan di tahanan imigrasi menjalani pengalaman pahit sebab kondisi tahanan sangat tidak manusiawi. Standar dasar untuk hidup seperti pakaian, makan, minum, tempat tidur, layanan kesehatan, akses sanitasi sangat tidak layak. Tidak mendapatkan produk sanitasi menstruasi. Serta harus satu ruangan dengan ratusan tahanan lainnya.


Dengan situasi yang kian pelik tersebut, pekerja migran rentan mengalami kelelahan, sakit, stress, depresi bahkan bunuh diri. Kesehatan fisik, psikis dan mental rentan terganggu. Tentunya mereka juga rentan terpapar covid-19.


MENGUPAYAKAN PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAK-HAKNYA


Hari kemenangan dengan situasi pandemi covid-19 kian menyulitkan pekerja migran untuk bekerja secara layak dan bermartabat. Eksploitasi, xenofobia, sentimen rasisme, pelanggaran hak pekerja dan pelanggaran hak asasi manusia masih harus mereka hadapi.


Hari kemenangan belum dinikmati oleh pekerja migran dan anggota keluarganya. Mereka justru mengalami kekalahan sebab perlindungan dan pemenuhan hak-haknya belum maksimal. Diskriminasi, perlakuan sewenang-wenang, kekerasan, perbudakan, termasuk perdagangan manusia masih kerap mereka alami.


Krisis pandemi covid-19 harus dilalui pekerja migran di Malaysia dengan kecemasan dan ketakutan sebab marak razia, penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh otoritas dan kepolisian setempat. Pada 21 Mei 2020, Utusan khusus PBB untuk Hak Migran mengecam Pemerintah Malaysia yang melakukan tindakan keras dengan menangkap dan menahan migran ditengah pandemi.


Kemudian pada 1 Juni 2020, Juru Bicara Kementerian Kesehatan Malaysia, Datuk Dr Noor Hisham Abdullah menyampaikan untuk tidak menstigma pekerja migran sebab telah berkontribusi terhadap pertumbuhan negara.


Bagaimanapun penangkapan yang telah dilakukan oleh pemerintah Malaysia harus direspon. Pemerintah Indonesia sebagai negara asal pekerja migran Indonesia penting untuk melakukan protes terhadap Pemerintah Malaysia yang melakukan tindakan represi, diskriminasi, dan kriminalisasi terhadap pekerja migran tidak berdokumen terlebih dilakukan pada situasi pandemi. Protes juga penting untuk masa depan pekerja migran dengan tujuan tindakan kekerasan tersebut tidak terulang kembali.


Sementara itu, Perwakilan Republik Indonesia penting untuk tetap memberikan perlindungan kepada pekerja migran Indonesia di negara tujuan dengan memfasilitasi pendampingan, mediasi, advokasi dan pemberian bantuan hukum. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan WHO.


Sehingga mereka yang mengalami PHK sepihak, pengusiran dan penelantaran mendapatkan bantuan hukum untuk terlindungi hak-haknya. Demikian pula bagi mereka yang dirazia, ditangkap dan ditahan agar terlindungi dari tindakan kekerasan dan kesewenang-wenangan.


SOLIDARITAS RAKYAT LINTAS BATAS NEGARA


Sebagai masyarakat sipil, kita juga berhak menyampaikan protes kepada Pemerintah Malaysia agar penahanan kepada pekerja migran tidak berdokumen tidak terus menerus terjadi. Bagaimanapun penahanan tersebut adalah tindakan sewenang-wenang yang melanggar hak asasi manusia.


Di media sosial, masyarakat lintas batas negara (termasuk Malaysia dan Indonesia) melakukan protes#MigranJugaManusiaterhadap perlakuan tidak manusiawi kepada migran dan pengungsi. Protes tersebut dilakukan dengan tuntutan : menghentikan penahanan migran, membebaskan semua tahanan, memastikan semua tahanan diberi akses kesehatan berdasar protokol kesehatan WHO.


Serta dengan tuntutan untuk memastikan tahanan, keluarga mereka, wakil komunitas, misi diplomatic, UNHCR dan institusi hak asasi manusia diberi akses informasi mengenai penangkapan, penahanan, kesehatan serta keselamatan.


Pekerja migan sangat berarti bagi negara asal (Indonesia) dan negara tujuan (Malaysia). Maka pada situasi pandemi ini, kedua negara tersebut melalui pemerintahnya harus berupaya untuk mencegah, menangani dan memberikan layanan kesehatan kepada pekerja migran agar terhindar dari penularan covid-19.


Kemudian juga mengupayakan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya. Dengan menegakkan prinsip non-diskriminasi, keadilan, responsif gender, anti perdagangan manusia dan hak asasi manusia. Demi keselamatan, kesehatan, harkat, martabat dan hak asasi manusianya.


Pada suasana lebaran ditengah pandemi ini, mari kita rebut kemenangan! Mari kita bersolidaritas tanpa memandang kewarganegaraan! Lindungi dan penuhi hak-hak pekerja migran dan anggota keluarganya!

130 views0 comments
bottom of page