top of page
Search
Writer's picturerabiatuladawiyah233

KETIKA AKU BERTEMU YUNUS Oleh L

Ketika tulisan ini ditulis, ada keresahan dan kekecewaan yang ingin diselerakkan. Di atas perca putih yang sudah kekuningan. Ia seperti terperangkap dalam gelas kaca dan jeritan ini tidak sekali-kali didengarkan. Lalu, gelas kaca ditumbuk-tumbuk dengan dua belah tangan yang mahukan kebebasan. Dan tatkala titisan darah mula meruak dan melekat-lekat di dinding kaca sehingga semuanya bertukar merah, ia membawa aku ke satu dimensi yang lain. Satu dimensi di mana aku, sudah mati. Mati dalam keresahan dan kekecewaan.

Apabila aku mati, malaikat-malaikat itu mendatangi aku dengan wajah yang bengis. Tidak! Mereka tidak mendatangi aku untuk memujuk aku lantas memaksa aku untuk berjalan semula ke hadapan. Tidak! Mereka tidak tersenyum melihat aku. Dan tidak, mereka tidak gembira melihat aku. Aku harus bagaimana, malaikat? Keresahan dan kekecewaan ini membawa aku ke sini.

Ketika aku jeritkan pada semua bahawa rasa kepedulian kalian sudah mati. Mata mereka menyala-nyala dan di tangan-tangan mereka ada segenggam kemarahan yang sudah meluap-luap. Dan di saat aku berteriak bahawa mereka semakin jauh dari apa yang Tuhan inginkan, di bibir mereka ada kalimah syahadah dan tangan-tangan mereka sudah bersedia untuk menikam dadaku dengan pisau kekafiran.

Lidah kalian tajam memotong yang lain dengan lelehan ayat-ayat Tuhan yang kalian pilih-pilih dan kalian potong-potongkan. Ada darah-darah berselerakan di atas jalan-jalan yang kalian fikirkan sesat. Ia berhamburan seperti sebuah lautan lalu kalian bangga bisa berenang di dalamnya. Kerana kalian – anak-anak Tuhan.

Melihat kalian menari di atas barokah dan nikmat dari Tuhan. Aku berteriak di pembesar-pembesar suara masjid-masjid memanggil kalian kerana aku punya satu rahasia yang aku dengar dari Tuhan. Kalian berebut-rebut menyarung kain serban, jilbab dan sehelai kain purdah yang kalian puja sebagai lambang kehormatan. Kalian melangkah dengan zikir-zikir dan munajat kepada Tuhan. Kalian tak putus-putus mengucap syukur kerana Tuhan izinkan kalian berjalan mencariNya. Ah hidup ini hanyalah tentang perjalanan mencari syurga.

Lantas, aku pulangkan kembali sepotong langit kepada mereka.

Kalian benar-benar penduduk langit!

Silakan bersemayam di atas kemiskinan dan ketidakadilan yang tidak dijuangkan. Silakan bergelak ketawa meraih nikmat sedang mata kalian melihat anak-anak kecil tidak diberi makan. Silakan mengucap syukur sambil menangisi orang tua yang mati kelaparan. Silakan tidur dia atas awan pahala di saat bapa-bapa bekerja sedang tangan-tangan mereka sakit kerana ditimpa bata. Silakan!

Lalu, dengan api kemarahan yang semakin membara, kalian redakan dengan air wudhu’. Memohon keredhaan dari Tuhan. Kalian hamparkan simbol keimanan yang selama ini kalian banggakan. Lantas bertakbir menunaikan sembah kepada Tuhan. Kalian khabarkan kepada Tuhan – Tuhan! Aku ini insan yang lemah maka kau ampunkanlah aku! Dan setelah selesai, kalian kembali pulang menangisi dosa-dosa kalian yang tak terampunkan.

Malaikat, kekecewaan aku tak tertanggungkan. Dan kerana itu, aku di sini.

Sewaktu bercak-bercak darah mulai kering. Angin tidak berhembus dan suasana kembali vakum. Ada suara Yunus memecah keheningan. Katanya, sewaktu dia ditelan Nun ada penyesalan yang menjadi belati membelah jiwa dan membekas di hati. Penyesalan itu membunuh resah. Membawa bangkainya jauh dari pandangan mata. Maka, sekiranya penyesalan ini tidak Nun bawakan, kecewa dan resah ini akan menemaniku sampai bila-bila.

Yunus, ajarkan aku membunuh resah.

Dan menghentikan kecewa.

Kerana sebenarnya, aku mahu terus hidup.

2 views0 comments

Recent Posts

See All

留言


bottom of page